Kenapa
tidak!! “Ujian
Nasional’’ dihapuskan
Ujian
Nasional biasa disingkat UN / UNAS adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan
persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga
yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan
dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan.
Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu pendidikan dimulai dengan penentuan standar.
Penentuan standar yang terus meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan, yang dimaksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting.
Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu pendidikan dimulai dengan penentuan standar.
Penentuan standar yang terus meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan, yang dimaksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting.
Mata pelajaran yang diujikan
Untuk
tingkat Sekolah Dasar (SD) ada 3 mata
pelajaran yang diujikan yaitu:
2.
Matematika
Untuk
tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
ada 4 mata
pelajaran yang diujikan yaitu:
1.
Bahasa Indonesia
3.
Matematika
4.
Ilmu Pengetahuan Alam
Untuk
tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) ada 6 mata
pelajaran yang diujikan, tergantung penjurusannya:
Penjurusan
|
Mata pelajaran
utama |
Mata pelajaran
karakteristik penjurusan |
IPA
|
Bahasa
Indonesia
Bahasa Inggris Matematika |
|
Sastra
Indonesia
Antropologi Bahasa asing pilihan (Bahasa Mandarin, Bahasa Jepang, Bahasa Jerman, Bahasa Perancis, Bahasa Arab) |
||
Ilmu
Tafsir, Ilmu Hadist, Fiqih
|
||
Kejuruan
|
Teori
Kejuruan
|
Setelah kita ketahui apa itu ujian nasional, mungkin pembaca
sangat heran dengan judul yang penulis buat untuk lomba kali ini yaitu “kenapa
tidak!! ujian nasional dihapuskan” dikarenakan saya sebagai penulis ingin
mewakili teman teman yang berada di indonesia untuk menyampaikan tidak setuju
dengan keberadaan UN karena ujian nasional serasa menjadi momok yang menakutkan
bagi siswa.
Ujian Nasional (UN) selalu menjadi
momok yang menakutkan dan menyeramkanterhadap kalangan pelajar, sehingga mereka
stres dan histeris. Tidak hanya siswa saja yang mengalami stres, namun para
orangtua, guru, dan kepala sekolah pun ikut stres memikirkan siswanya. Mengapa
? karena, jika siswa tidak lulus UN maka mereka tidak dapat melanjutkan sekolah
ke jenjang yang lebih tinggi. Bagi siswa yang tidak lulus ujian harus mengulang
sekolah melalui sistem Paket C. Bagi guru bidang studi yang mengajar mata
pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris dan IPA, tentunya mereka
akan bekerja keras untuk membantu anak didiknya agar lulus Ujian Nasional.
Namun, jika anak didiknya gagal dalam mata pelajaran UN maka reputasi seorang
guru jatuh dihadapan orangtua dan kepala Sekolah. Demikian pula sikap Kepsek
yang menuntut para guru untuk meluluskan anak didiknya. Dengan berbagai cara
dilakukan mulai dari penambahan jam belajar, bimbingan psikologis kepada siswa,
hingga kecurangan pun dilakukan demi menggoalkan siswanya. Agar para siswa
lulus mereka harus mencari cara atau strategi jitu dalam menghadapi UN.
Ada banyak cara yang dilakukan untuk tembus UN,
diantaranya melalui Try Out, bimbel, les, gelar doa bersama, berpuasa, dan
sebagainya. Bahkan hal-hal unik dan aneh pun dilakukan oleh orangtua dan
anaknya, mulai dari sungkeman ke ibu, membasuh kaki orangtua terutama ibu.
Hal ini marak dilakukan ketika menjelang UN, dengan harapan mendapat restu dari
orangtua, agar diberi kemudahan dan kelancaran dalam menghadapi UN. Namun ada
hal yang sangat menggelitik hati, belum lama ini terjadi di daerah Jatim,
ada siswa yang membawa pensil ke dukun, karena takut UN. Bayangkan, hanya untuk
lulus UN sampai-sampai hal yang tidak rasional pun dilakukan. Sungguh sangat
dahsyat UN ini ! Belum lagi kecurangan-kecurangan yang terjadi di pihak
sekolah, mulai dari pembocoran soal, memberi kunci jawaban, sampai memanipulasi
nilai raport. Ironisnya, hal ini sudah menjadi rahasia umum dikalangan para
guru dan kepala sekolah.
Klimaks dampak buruk UN adalah detik-detik hasil
kelulusan yang mengakibatkan hal yang sangat fatal yaitu kematian. Banyak siswa
yang stres karena merasa malu, tertekan, putus harapan, hingga nekat gantung
diri. Naudzubillah ! Hal ini tentu sangat miris bagi kita semua, terutama bagi
para praktisi dan pemerhati pendidikan. Hanya karena ingin lulus ujian, nyawa
seorang siswa harus melayang.
Baiklah mari kita lihat lebih jauh, berdasarkan
pakta yang berkembang di lapangan. Ternyata ujian nasional memberikan dampak
negatif yang sangat buruk ketimbang manfaatnya. Alih-alih pemerintah
menyelenggarakn UN dengan alasan; untuk memajukan pendidikan, agar pendidikan
kita bertambah kualias, UN memudahkan pemerintah untuk mengetahui kondisi
pendidikan di seluruh Tanah Air, pemerintah dapat mengetahui kelebihan dan
kekurangan ditiap daerah, meningkatkan standar pendidikan di Tanah Air,
mengetahui peta pendidikan di Indonesia, untuk menghasilkan keadilan dan
kejujuran kepada siswa dan siswi yang mengikutinya. Namun demikian, cita-cita
dan tujuan pemerintah yang murni itu menimbulkan banyak kontroversi dikalangan
masyarakat.
Sejatinya, ujian nasional dapat memberikan
energi positif khususnya bagi para siswa agar mereka saling berkompetisi
belajar dengan cara yang sehat. Bukan menambah stres, khawatir tidak lulus,
atau bahkan menjadikan siswa sebagai pecundang. Semestinya pelaksanaan UN tahun
2013 ini harus dikaji ulang lebih mendalam, apakah ujian nasional
diselenggarakan lagi dengan sistem yang lebih baik atau di hapus sama sekali.
Pada hakekatnya pun ujian nasional bukan satu-satunya alat penentu kelulusan
siswa, namun guru yang mengajar di kelas sangat lebih tahu siswa yang layak
lulus atau tidak.
Sistem UN tidak adil
dikarenakan. Tiga tahun belajar hanya ditentukan selama 4 hari saja. Bisa saja
terjadi kejadian apes yang menimpa siswa pintar, misalnya pas hari H
pelaksanaan UN ia sedang dalam kondisi yang tidak fit dan mengurangi
konsentrasi. Nilainya buruk dan akhirnya ia tidak lulus. Begitu juga bagi
mereka yang beruntung, hanya menghitung kancing dan ternyata jawabannya pas
maka bisa mendapatkan nilai bagus. Dua kemungkinan diatas sangat bisa terjadi
dan sudah terjadi.
Biarkan pasar yang
melakukan seleksi, bukan negara melalui UN. Pasar lulusan SMA adalah perguruan
tinggi, biarkan mereka yang melakukan seleksi. Sekolah yang asal meluluskan
siswa pasti akan mendapatkan kesulitan karena siswanya tidak akan lulus ujian
masuk perguruan tinggi. Sedangkan pasar untuk SMK adalah dunia kerja, lulusan
yang tidak kapabel tidak akan mendapatkan pekerjaan. Ini lebih fair karena
pasar menilai berdasarkan kebutuhannya. Dengan begitu siswa tidak akan hanya
mengejar nilai UN saja.
Jika UN dipertahakan,
bubarkan saja sekolah. Saya setuju dengan pendapat Wagub DKI Basuki Tjahya
Purnama. Jika pendidikan selama 3 tahun hanya ditetapkan melalui UN, maka
proses sekolah itu tak berguna. Maka bubarkan saja sekolah, biarkan siswa
belajar dengan jalannya sendiri-sendiri. Yang terpenting adalah jika ia merasa
kemampuannya sudah cukup, ia bisa mengikuti UN dan mendapatkan ijazah dari
negara jika lulus. Lebih mudah dan murah tentunya.
Bukan
saya dan Wagub DKI Basuki Tjahya Purnama
saja yang tidak setuju dengan keberadaan un tetapi jokowi gubernur dki juga
mendukung pendapat saya bisa kita lihat di bawah ini yang saya copy dari Metrotvnews.com,
Metrotvnews.com, Jakarta: Pelajar
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 6 dan SMAN 70 Jakarta dalam dialog dengan
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengeluhkan kenapa masih ada ujian
nasional (UN).
"Kenapa mesti UN syarat kelulusan? Masa muda kami ditentukan oleh empat hari saja?" Ujar salah satu pelajar, Cantika, di GOR Bulungan, Kamis (18/4).
Menanggapi curhat pelajar itu, Jokowi mengaku setuju UN dihapuskan. UN, lanjutnya, seharusnya bukan menjadi alat ukur kelulusan.
"Saya secara pribadi enggak setuju UN. Kalau itu memang dilakukan, harusnya untuk mengecek tingkat kemampuan provinsi. Yang perlu disuntik sebelah mana. Bukan untuk standar kelulusan, hanya standar kualitas provinsi," kata Jokowi.
Menurut dia, kelulusan tidak dapat ditentukan dalam empat hari. Sebab, selama ini pelajar SMA dan sederajat telah belajar selama tiga tahun.
"Kadang-kadang pas sakit, tidak segar, sepintar apapun kalau ditentukan empat hari ya gak maksimal," kata mantan Wali Kota Surakarta tersebut.
"Kenapa mesti UN syarat kelulusan? Masa muda kami ditentukan oleh empat hari saja?" Ujar salah satu pelajar, Cantika, di GOR Bulungan, Kamis (18/4).
Menanggapi curhat pelajar itu, Jokowi mengaku setuju UN dihapuskan. UN, lanjutnya, seharusnya bukan menjadi alat ukur kelulusan.
"Saya secara pribadi enggak setuju UN. Kalau itu memang dilakukan, harusnya untuk mengecek tingkat kemampuan provinsi. Yang perlu disuntik sebelah mana. Bukan untuk standar kelulusan, hanya standar kualitas provinsi," kata Jokowi.
Menurut dia, kelulusan tidak dapat ditentukan dalam empat hari. Sebab, selama ini pelajar SMA dan sederajat telah belajar selama tiga tahun.
"Kadang-kadang pas sakit, tidak segar, sepintar apapun kalau ditentukan empat hari ya gak maksimal," kata mantan Wali Kota Surakarta tersebut.
Setelah membaca artikel diatas penulis sangat berharap sekali agar UN di
hapuskan karena UN itu momok yang sangat menakutkan bagi seluruh siwa. Apalagi pada
tahun ini UN diadakan 20 paket itu sangat menakutkan sekali, selain paket un
yang begitu banyak, bayak kejanggalan yang datang. Seperti lembaran jawaban
yang tidak lengkap, basah karena banjir,LJK yang lambat datang, mungkin banyak
kejanggalan yang lain, tapi hanya itu yang penulis ketahui. Terkurang dan
terlebih penulis minta maaf.. akhir kata penulis ucapkan terimakasih
Assalamual;aikum wr.wb
ConversionConversion EmoticonEmoticon